Kamis, 12 Maret 2015

Pelarian pada Lapas Nusakambangan, Lapas paling di takuti nomor 2 di dunia, "KOK BISA ADA PELARIAN" ??????

Pulau Nusakambangan
Pengamanan Lapas Nusamkambangan

Merdeka.com - "Bapak-bapak yang punya kumis dan jenggot harap dilepas. Kami ini digaji pas-pasan. Kadang kami menembak kaki namun kenanya selalu kepala," demikian pidato singkat sipir penjara Nusakambangan di pelabuhan Wijaya Pura, Cilacap, Jawa Tengah tiga dekade itu masih diingat jelas oleh Nanggo Kromang, alias Bernard Timong, 65 tahun.

Lapas Nusakambangan
Jantungnya dibuat mau loncat dari mulut. Seketika itu juga nyalinya langsung ciut. "Itu hanya kiasan, kumis dan jenggot itu hanya istilah dari jagoan," ujarnya mengenang. "Jadi tidak ada jagoan di Nusa Kambangan. Kalau gaji kecil itu artinya orang lapar, jadi kalau orang lapar bisa berbuat apa saja," kata Timong sambil tertawa.

Timong, begitu dia dikenal mencoba mengingat perjalanan hidupnya pernah menghuni penjara paling ditakuti nomor dua di dunia. Namanya memang tak terdengar, namun dia adalah perancang 34 narapidana untuk lari dari Lapas Permisan, Penjara Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada 1982 bersama dengan Jhoni Indo.

"Saya tidak mencari popularitas. Saya mau cerita asal dibuat versi 34 orang yang kabur. Itu yang sebenarnya soal cerita pelarian napi dari Nusakambangan," katanya membuka perbincangan merdeka.com semalam.

Timong menepati janjinya membuka cerita sebenarnya soal pelarian dari Penjara Nusakambangan 33 tahun silam. Lelaki kelahiran Larantuka, Flores, 13 Januari 1950 itu bercerita soal kisah pelariannya yang sempat membuat geger pemerintah termasuk media internasional kala itu. Bahkan kisah ini juga pernah di film-kan, tapi dengan versinya Jhon Indo. Alur cerita pelarian 34 narapidana versi Timong ini juga berbeda dengan film dengan lakon utama Jhoni Indo itu.

Dia lantas menyalahkan sebatang rokok kretek. Kepulan asap rokok mengantarkan perbincangan di balik pelarian para narapidana kelas kakap. Maklum, Penjara Nusakambangan kadung kesohor berisi para bromocorah. Mayoritas penghuninya menjalani hukuman 10 tahun kurungan dengan berbagai kasus. Bahkan ada narapidana menunggu hukuman mati. Penghuninya berperkara mulai dari pelaku perampokan hingga pembunuhan.

"Kalau cuma 10 tahun ibarat tempe digoreng belum matang orangnya sudah pulang," kata Timong mengenang temannya sesama narapidana memberi semangat untuk bisa lari dari Lapas Permisan.
Evakuasi Narapidana Oleh Petugas Lapas Nusakambangan

Begini cerita dituturkan Timong. Tahun 1981 merupakan awal kaki pertama Timong menapakkan kaki menghuni Pulau Nusakambangan. Raport merah dari Penjara Cipinang, Jakarta Timur, mengantarkan ayah dari lima anak ini menghuni Lapas Permisan. Sejak dari penampungan di Lapas Permisan, Timong memang sudah berencana untuk kabur. Dia lantas bertemu dengan Sugeng, seorang narapidana asal Semarang, Jawa Tengah.

Kepada Sugeng, Timong menawarkan untuk kabur dari Nusa Kambangan. Namun niat itu ditampung. "Dikarantina, saya mengajak napi lain untuk kabur. Sugeng waktu itu mau, tapi saya bilang nanti kita atur kalau sudah masuk blok," kata Timong.

Selepas menghuni Blok di Lapas Permisan, Penjara Nusakambangan, ide Timong disambut napi lain. Saat menggosok batu cincin, Timong pun ditanya soal idenya merancang lari dari Nusa Kambangan. Adalah Slamet, Amri, Budi, Imam Syafei, Kuto, Doi, dan sisa narapidana lain bergabung untuk sama-sama merencanakan pelarian dari dalam lapas.

Siasat soal pelarian itu dirancang sekitar dua bulan lebih. Timong bersama para napi lain membahas rencana kabur itu melalui tulisan di secarik kertas saat mereka bekerja di kebun. Kuto, seorang narapidana dipercaya sebagai kurir. Melalui Kuto komunikasi soal rencana pelarian itu dibicarakan. "Kurir ini tidak pernah ganti-ganti, kalau ganti bisa bocor dan kalau ketahuan kurir ini yang kita bunuh," ujar Timong.

Slamet memiliki tugas paling inti direncana pelarian para narapidana. Dia ditugaskan menghitung hari baik sesuai dengan primbon jawa. Berdasarkan hitungan primbon, waktu baik untuk melakukan pelarian adalah sekitar 6 jam. Waktu itu dari pukul 12.00 WIB hingga 18.00 WIB. Rencana pelarian pun bakal dilakukan ketika Pemilihan Umum 3 Maret 1982.

Namun Timong kembali mengatur strategi, hari pemilu dirasa tidak tepat lantaran penjagaan aparat keamanan pasti ketat. Hingga akhirnya pelarian itu dilakukan saat hari libur. Tepatnya ketika kenaikan Isa Almasih, tiga hari setelah pemilu. "Hari itu pas kenaikan Isa Almasih. Itu hari libur dan sipir yang berjaga hanya lima orang," tutur Timong.

Untuk mengelabui sipir, rencana kabur pun diatur. Waktu itu pintu gerbang atau portir pintu masuk tak dibuka. Berbagai cara disiasati narapidana mulai dari pinjam gunting hingga pinjam pompa ban. Namun, siasat itu tak berhasil. Sipir penjara tidak membuka pintu namun memberikan gunting dan pompa lewat sela jeruji besi.

Hingga waktunya tiba, tepat pukul 11 siang, dua orang narapidana kepercayaan Lapas Permisan mengantarkan kelapa. Sekitar 70 butir kelapa itu diangkut dengan menggunakan bambu panjang. Tanpa membuang waktu, saat pintu gerbang dibuka, para narapidana ini langsung bergerak cepat. Mereka berlari menuju pintu gerbang sebelum dikunci kembali oleh sipir. "Serbu..serbu. Patokan kita pakai bambu yang digunakan untuk membawa kelapa, karena panjang, sipir itu belum menutup pintunya. Saat itu kita mulai gerak," ujarnya.

Ke-34 narapidana itu berhasil kabur dengan cara memukul sipir hingga pingsan. Mereka berhasil membawa enam pucuk senjata api jenis revolver milik sipir. Sayang dari enam pistol, hanya satu berisi peluru. "Sisanya kosong tanpa peluru," kata Timong.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar